About Me

My photo
JUST EVERY DAY PEOPLE

Wednesday, June 9, 2010

Masih tentang kangen dan….maaf !!!!________ [sebuah dedikasi kecil untuk Bapak]

Malam ini, ditemani oleh king of convenience dengan riot on an empty street nya, kembali berbagi cerita dengan teman semua, mungkin hanya sebuah luapan rasa, mungkin saja sekedar hal konyol, atau mungkin sesuatu yang jauh lebih menarik. Apapun itu, aku hanya ingin berbagi dan semoga bermanfaat……

Ada yang menarik tentang hari ini, (selain suara sumbang adikku yang menyanyikan medley lagu lagu berikut : Out of my head-fast ball, Fireflies-owl city, dan America Suite Heart- fall out boy, menarik karna adekku jarang bicara, apalagi menyanyi, dengan semangat dan suara dan nada yang, maaf, kacau meracau), ada sebuah kejadian biasa yang bermakna sangat luar biasa. Seperti malam malam kemaren, aku dan seorang teman ngobrol dibalik pintu dapur, bercerita tentang masa masa indah yang dengan murah hati mampir dalam kehidupan kita, sambil menunggu para pelanggan kafe, kami, bercerita tentang harapan harapan masgul kita, lalu kembali tertawa konyol menertawakan semua kisahan khayal kita saat terbentur dengan sebuah kata “Realita”….hmm, sebuah moment yang dengan sangat pasti aku rindukan suatu saat nanti. Sejurus kemudian bapak datang, lalu aku keluar dengan terburu, cemas akan suatu kabar yang mungkin penting, karna sempat sekali beliau mencuri waktu istirahatnya yang hanya beberapa jam datang kekafe, jadi pasti ini sesuatu yang cukup penting beliau lakukan, lalu dengan terburu aku keluar dan bertanya pada beliau..”ada apa pa?”,,,,dengan sungging senyum sekilas, sambil mengelus kepalaku, beliau hanya berkata “nggak ada mbak, sudah lama papa nggak liat kamu….”. Ouch…betapa mungkin aku menganggap bahwa itu adalah hal remeh temeh, aku terharu, sedikit terputar hari hari lampau selama sebulan, memang beliau benar, aku bahkan hanya melihat bapak dan ibuku ketika beliau berdua sudah terlelap dalam malam yang menawan, atau siluet bayangan ibu di pagi hari yang menyebutkan tentang tugas rumah tangga yang harus kulakukan di hari itu, siluet ibu yang kudengar dengan mata terpejam dan kujawab dengan deheman malas, siluet ibu yang bahkan kupikir sebuah mimpi. Ketika Louis Tolstoy bermaklumat bahwa “Tuhan tahu tapi menunggu”, tentu saja bukan sekedar maklumat iseng yang ia temukan pada saat ngupil di kamar mandi atau pada saat berdiri dalam sebuah antrian, terlepas dari semua yang dialami Tolstoy sehingga menemukan sintagma manis itu, malam ini, aku seakan kembali diingatkan tentang semua itu, iya, Tuhan tahu tapi menunggu. Mungkin tepat sekali seperti yang dialami bapakku, ia menunggu aku memahami semua ucapannya ketika aku masi kecil dulu, menunggu aku menyesali kata2 argumentatifku saat aku mencoba mencari pembenaran atas kesalahanku, menunggu aku memahami makna makna kehidupan dengan membiarkanku mencarinya dimanapun aku berada, bapakku tahu bahwa Tuhan tahu tapi menunggu. Kembali ku coba raba kenagan jaman lalu, saat saat aku berdebat dengan bapak tentang sangatlah penting arti menjaga silahturahmi, pada waktu itu beliau pernah marah sambil berkata “Kamu itu Lin, belum jadi apa apa sudah sombong…..!”, rasanya tak perlu aku ceritakan apa yang selanjutnya terjadi, mari kita lihat sisi yang lain, sisi sebab mengapa beliau berkata seperti itu, hal ini karena aku lebih mementingkan rapat organisasi daripada acara berkumpul keluarga. Dulu, aku menganggap bahwa beliau sangat egois, aku selalu beranggapan mengapa sarana aktualisasiku dibatasi, dan segala sesuatu yang buruk sangka, namun, suatu ketika beliau berkata, “apapun, asal jujur…..!”, hmmm….jadi ini masalahnya, aku kurang pandai mencuri waktu untuk LPJ (laporan pertanggungjawaban jam jam diluar keluarga). Lalu untuk selanjutnya, aku selalu bercerita tentang hariku di kampus, di organisasi dan di luar itu semua, disela sela waktu dimana kami bisa bersama, saat sarapan pagi, atau jam2 setelah waktu maghrib. Aku mengundang semua teman temanku datang kerumah, aku perkenalkan semua kepada bapak dan ibuku, sekali waktu mengajak beliau berdua untuk berbincang bersama tentang hal hal kecil yang seringkali mengundang tawa. Sejak saat itulah, bapak dan ibu mulai mempercayaiku, selama tugas utama untuk kuliah tidak terabai, maka sisanya terserah aku, asal bermanfaat.

Sekali lagi coba kuingat tentang bapak, bapak yang selalu menyempatkan diri mengunjungi teman temannya di berbagai kota di sela sela harpitnas nya, bapak yang dengan mata lelah tetap menyetir berjam jam hampir setiap minggu untuk mengunjungi nenek di Surabaya ataupun Bojonegoro, bapak yang dengan muka kusut tetap dengan kekeh mengajak kami, anak2nya dan anak2 kos untuk keluar makan bareng, walaupun diujung meja makan beliau hanya makan tahu goreng dan memandang kami yang tertawa bahagia, bapak yang dengan dengkur keras dan wajah lelahnya tertidur nyaman di kursi goyang, bapak yang selalu rewel ketika aku lagi dan lagi memilih sepatu datar daripada hi-hell, bapak yang selalu dengan sabar memijat telapak tanganku dikala aku sakit gigi, bapak yang selalu menyambut aku diketiaknya ketika aku mimpi buruk dan beringsut menuju kamarnya untuk sekedar mencari sebuah rasa aman, bapak yang selalu memandangku dengan damai, walau aku tahu dimatanya ada rasa cemas, rasa kawatir, rasa kangen, namun dipendamnya rasa itu dilubuk hatinya yang mungkin paling dalam, hanya untuk melepaskan ego liar anaknya ini yang berangan angan mencari mimpi dan menyentuh nyata. Aku merindukan mata itu, sebuah binar bangga yang pernah kulihat saat aku berhasil masuk kelas unggulan di SMP, sekarang aku sulit nian mencarinya, ekspektasikukah yang terlalu tinggi sehingga aku tak mampu lagi mengais kemegahan dalam kesahajaan? Ataukah memang tidak ada binar bangga itu?, Atau mungkin waktulah yang tak lagi menyempatkaknku mencari cari binar itu. Kini aku mulai paham semua yang bapak ujar dalam perjalanan keluarga kami, tentang pentingnya sebuah silahturahmi, bahwa silahturahmi membantu kita tetap mengakrabi kesederhanaan, sebuah jembatan jaman yang tak pernah roboh oleh gerusan waktu. Aku sangat menyanyangi beliau, aku selalu mencari jalan tengah antara inginku dan ingin beliau agar tak perlu lagi kulihat kekecewaan di raut wajahnya. Tidak, cukup satu kali saja. Kemana saja angin berhembus, aku selalu ingat beliau, selalu merindukan telepon beliau tepat jam 10 malam jika aku belum dirumah, sebuah telepon yang terakhir kudapat saat aku semester 3. Kata kata wajib beliau ketika kami mengunjungi mall mall atau tempat mahal lainnya, “Belajar yang baik, biar dapat pekerjaan yang baik, lalu dapat uang yang baik, sehingga bisa beli apapun yang kamu mau, jadi kalau ke mall gak cuman melongo”. Tidak ada yang bisa menggantikan sabda bapakku, tidak juga Mario Teguh. He’s the one. Selalu ada hari ayah dalam hari hariku, hari dimana aku selalu mengingat beliau.

Sebuah dedikasi kecil untuk Bapak, maaf untuk tidak berada dirumah saat bapak pulang, maaf untuk tidak lagi membuatkan temulawak atau teh rosella, maaf untuk semua masa yang terlewat begitu saja, maaf untuk semua bantahan bodoh atas wejanganmu, maaf beribu maaf untuk tidak lagi menyertaimu dalam perjalanan ke rumah embah, maaf pa, maaf. Aku hanya berharap bahwa semua ini akan selalu bermanfaat untuk selalu membuatmu tersenyum bahagia melihat aku membahagiakanmu. Maaf. Love u always…….

No comments:

Post a Comment