About Me

My photo
JUST EVERY DAY PEOPLE

Friday, June 11, 2010

Belajar Mengumpat dengan J****K

Setelah secara literer bertemu dengan karakter Arai dalam seri ke 2 tetralogi Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, saya sungguh mati tergila-gila dengan karakter fiksi ini, sempat membingkai sosoknya sebagai criteria teman hidup (walau setiap kali ditanya tentang criteria teman hidup dan saya jawab yang seperti bapak, namun tetap saja criteria itu terbingkai dinamis dengan sendirinya saat bertemu dengan berbagai sosok teman lelaki). Karakter Arai yang cerdas, pengendali, setia kawan, peduli, norak namun menarik, agamis, real fighter, dan karakter “nyala” lainnya, benar membuat saya memimpikan sosoknya selama beberapa hari setelah membaca Sang Pemimpi, berteman hidup dengan lelaki seperti Arai layaknya seperti berteman hidup dengan asuransi keselamatan yang sudah dapat sertifikat GOLD ISO, walaupun tidak hidup dengan materi yang berlimpah, namun karakternya yang sangat nyala, saya patenkan, bahwa itu cukup buat saya (sembari mencari kecukupan yang lain tentu), dan saya iri sangat dengan Zakiah Nurmala.

Jika bukan fiksi, maka karakter lelaki seperti Arai yang mungkin membuat saya meruntuhkan gengsi saya yang setinggi gunung, juga yang membuat saya melanggar batas batas personal yang setengah mampus saya bikin dengan tidak mengiblati gaya romantis klise yang mereka sebut “Pacaran”, hmmm, kemungkinan 70% dalam skala 100%, saya akan dengan senang hati mencicipi gaya romantis klise ini [dibaca : pacaran], jika bertemu dengan lelaki seperti Arai, ya….jika bertemu lelaki seperti Arai, walaupun ia bergaya bohemian dengan gaya nyentrik sebagai refleksi dari free will, ataupun berambut gondrong dengan jeans belel yang membuatnya terlihat mbulak seperti pakaian yang dijemur akut sehingga warnanya menguap kena sinar matahari, juga lelaki yang berwajah kusam pertanda tak pernah mandi pagi dan melewatkan subuh dengan belek sebagai souvernir, sehingga ia [mengutip kata teman saya] tidak pantas diperkenalkan kepada orang tua. JIKA IA SEPERTI ARAI….saya mau.
Menikmati sosok ARAI yang imajiner memang tak pernah cukup buat saya, maka saya girang sebenar benarnya ketika seri kedua yang berjudul SANG PEMIMPI ini di layar lebarkan, dan betapa kecewa saya saat saya tau pemerannya adalah Nazriel Nurhaq (jika tidak salah eja), ahhh,,,,saya protes, saya marah, cuap sana sini menolak sesuatu yang [jelas] tidak penting, dan saya mengumpat dengan J..tiiiitttt…..Seorang teman yang sudah saya anggap seperti kakak saya sendiri kaget hampir mati, pasalnya, saya tidak pernah mengumpat dengan J****K, paling kasar umpatan saya adalah “ancrit”, selebihnya hanya berkata “Aku Sebel” atau “Emosi aku” berpuluh juta kali, sampai saya puas, lebih tepatnya capek.

Ternyata kepuasan mengumpat dengan J****K jauh berbeda dengan megatakan “Aku sebal 10ribu kali”, atau “Emosi Aku 10ribu kali”, juga mengumpat dengan kata Ancrit. Ada sebuah collective unconsciousness dalam masyarakat tempat saya tumbuh bahwa ungkapan J****K adalah sebuah manifestasi perasaan terdalam kita ketika menyingkapi sesuatu, ketika saya sebal terhadap sesuatu dan saya mengatakan J****K artinya saya sudah sangat benar benar sebal, sudah mencapai tingkatan paling tinggi, superlative dengan akhiran –est dalam bahasa inggris. Namun ada fenomena lain tentang J****K yang belum bisa saya pahami, teman saya mengganti kosakata Subhanallah dengan J****K saat melihat langit Lombok yang berwarna biru menyala, atau melihat perempuan cantik aduhai yang bodinya sebelas duabelas dengan Betty Bob yang pamornya redup semenjak ada kartun berwarna. J****K tidak lagi merepresentasi umpatan marah, sebal, dan jengkel, in some way and somehow, it becomes new word which represent any kinds of emotion. Bahkan J****K menjadi diksi manis dalam sebuah artikel yang ditulis oleh seorang teman saya, aura sarkasnya jadi hilang berganti cerkas, J****K bisa mewakili perasaannya dengan sederhana namun tepat sasaran, bisa anda rasakan bukan the power of J****K dalam kehidupan kita ?[yang akrab dengan J****K tentu saja].
Walaupun semur hidup akrab dengan J****K, namun kontrolkeluarga saya sangat kuat, walau pagi hingga saat siang disekolah dan mendengar teman teman mendendang J****K, begitu sampai dirumah akrab dengan wejangan bapak dan ikro’ yang diajarkan pak ustad, jadi, setiap kali id saya menyuruh ego mengumpat J****K, dengan tanpa aba aba ready stready go, superego saya langsung mengatakan, jangan itu tabu, lalu untuk kesekian kalinya saya urung mengumpat J****K. Karna, superego saya terbangun dengan perspektif bahwa J****K adalah kasar, tabu, dan tidak pantas digunakan karna tidak sopan dan diksi lainnya yang bermakna senada.
Hingga saya mulai belajar bahasa, teks dan konteks, mendadak J****K menjadi sangat ramah dan menarik, J****K yang multimakna mampu menjadi sebuah kosakata yang menjembati makna personal menjadi kesepakatan bersama bagi yang menggunakannya. Hmm, tapi apa yang akan saya ungkap selanjutnya ini, J****K hanya akan terkode dalam satu makna, MARAH.

Mengutip dengan tambahan, kata seorang dosen saya, pantas saja Ariel bisa begitu mudah menggagahi berpuluh perempuan cantik, artis lagi, yang eksesnya bukan saja penyakit kelamin, hamil, atau patah hati saja, namun juga image dan mata pencahariaan, belum lagi perceraian dan hukum rajam bagi Cut Tari, kata beliau selanjutnya alasannya karna Ariel ganteng, kaya, dan menarik. Ah, peduli mampus tentang perzinahannya dengan berbagai perempuan itu, karna menurut saya, bercinta itu manusiawi dan naluriah, dan itu adalah hak personal setiap manusia, mau halal atau tidak juga tergantung konteks bukan?, namun mendokumentasikan dan akhirnya tersebar luas seperti sekarang ini [yang kata teman saya adalah penyakit gila nomer 69], benar benar keterlaluan, jika sampai kasus ini berlalu begitu saja, maka control social mayarakat kita sudah benar benar J****K. Permasalahan sesungguhnya [bagi saya] bukan perkara dosa atau tidak dosa, pantas atau tidak pantas, sopan atau tidak sopan [karna sudah jelas] , namun lebih kepada bagaimana kita memanusiakan diri kita. Jika control social kita rendah terhadap hal semacam ini, bukan mungkin jika beberapa tahun kedepan orang orang akan bercinta di sembarang tempat adalah hal yang lumrah, seperti orang kencing sembarangan yang menyebabkan bau acem sehingga pemerintah merasa perlu menulis jargon “Jangan Kencing Sembarangan” di setiap dinding fasilitas umun, juga bukan mungkin jika suatu saat jargon tersebut akan ditambah dengan jargon “Jangan Bercinta Sembarangan”, hmmm, bau seperti apa kiranya nanti yang tertinggal ya?.

Saya benar benar acuh pada seputar aktivitas seks Ariel, namun selain ekses yang ia timbulkan dari penyait gila nomer 69-nya itu, yang benar benar membuat saya meresapi berkata J****K adalah fakta bahwa dia yang memerankan ARAI dalam sang pemimpi, menang piala lagi. Saat pertama kali saya tau dan dengan yakin kalau ariel tidak pantas jadi ARAI, teman saya mengatakan kalau ariel memiliki struktur rahang yang tegas seperti ARAI, and for my respect to my beloved moviemakers, Miles dan Riri Reza, dengan berat hati saya menerima ariel sebagai ARAI, dan ternyata benar, dia benar benar menodai sosok ARAI yang kultus [setidaknya bagi saya], sungguh tak rela ku tak rela, namun bagaimana lagi, sekarang saya harus kembali membangun sosok ARAI dan benar benar lepas dari wajah mesum ariel.

Sebal saya sebal dibuatnya, melihat saya menceracau penuh emosi sambil memukul mukul meja, adik kos saya melihat dengan takjub seakan pandangan matanya berkata, betapa ARAI sangat bearti buat kamu mbak, namun semua itu masih belum cukup puas sampai saya belajar mengumpat dengan J****K, libas sudah superego saya, mengalahlah sekali ini dan biarkan si id menang, jadi, ”Jancuk sejancuk jancuknya untuk ariel”.

Hwaa..lega, selesai sudah pelajaran kali ini.
Perntanyaan : Ada berapa kata J****K dalam tulisan ini?

Maaf untuk yang tidak berkenan dengan kata J****K, setidaknya kita tahu bahwa J****K bukan dibaca J bintang 4 kali K. Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca,, ^^

1 comment: