About Me

My photo
JUST EVERY DAY PEOPLE

Friday, April 20, 2012

PARTIKEL : Kita Semua (tak) Pernah Berhenti Men-cari dan Meng-ada


Malam ini saya bertekad membaca PARTIKEL, sampai habis. Memang tidak adil, kerinduan akan penantian 8 tahun ter akumulasi hanya dalam satu malam, rasanya itu seperti ketika lelaki atau perempuan anda hanya bilang “I love You” tanpa ada gombal gombalannya. Sensansinya tetap luar biasa, sensasinya tetap berkesan, tapi kurang nendang, kurang greget. Tapi tak apa, menunda membaca nya malah akan membuat saya sakit perut karna nervous sangking kepinginnya. Saya mempersiapkan ramuan khusus untuk tetap merangkul kesadaran saya jadi satu, yang artinya antara mata saya, otak saya dan pemahaman saya serta memori saya yang sudah sudah tentang edisi sebelumnya bisa sepakat penuh dan utuh dalam menguntit Zarah kemanapun ia pergi.

Untuk itu saya membuat ramuan kopi paling dahsyat, tidak sedahsyat Ben’s perfecto tentu, namun juga tidak sesederhana Kopi Tiwus. Kopi racikan saya bernama KOTARA, yang merupakan hasil fusi keterpaksaan antara KOpiko Instant Brown Coffee, RobusTA Rolas dan aRAbica Kalosi dari Toraja yang merupakan Kopi persahabatan dari seorang kawan di Makasar. Kopi mutan ini saya percaya sebagai narkotik saya untuk tetap membuat saya sadar dan gila sekaligus dalam memasuki alam Supernova, karna sungguh, itu yang pertama kali harus anda siapkan ketika memutuskan berpetualang ala Supernova, menjadi gila dan sadar dan meng-entitas-kanya sebagai satu saudara kandung yang saling mengikat dengan persetujuan darah. Anda hanya butuh menjadi Gila dan Sadar, sekaligus, bersamaan.

Namun, tanpa di duga, Kopi Mutan saya itu berfungsi sebagai racun. Saat saya asik mengekor Zarah ke Bolivia, perut saya mulas, tangan saya bergetar, saya membaca seperti disleksis, huruf huruf seperti berpelukan dan saling bersetubuh, saya kehilangan makna tersuratnya, apalagi yang tersirat. Padahal, saya baru mencicip gelas kedua saya, belum juga separuh, yang biasanya jika saya meneguk kopi manusia, saya bisa tahan antara 3 sampai 5 gelas sehari walau paginya tremor seperti orang sakau dengan telapak tangan dan telapak kaki dingin menggigil.

Kopi mutan sanggup memberikan saya efek itu hanya dengan dosis satu setengah gelas dan dalam waktu kurang dari 2 jam. Maka saya memutuskan istirahat, mengelus ngelus dada saya sambil berkata “sabar yah, Zarah pasti akan nunggu kamu”. Baiklah, saya berhenti sejenak, minum air putih sebanyak mungkin lambung saya mampu, makan pisang sebagai satu satunya stok makanan yang ada karna saya mengira lambung saya pasti berontak karna waktu terakhir saya makan nasi adalah jam 10 pagi. Saya memaksa mata saya terpejam, namun mata yang lain tak mau, tak rela menukar sedetik pun untuk membiarkan Zarah menunggu saya yang keracunan. Maka saya minum air putih lagi, hingga ritual alam menghampiri saya dan menggelontorkan semua sisa sisa racun kopi mutan. Hah, semesta baik sekali pada saya malam ini, biasanya saya harus menunggu 24 jam untuk ritual detoksifikasi alami ini, namun malam ini tidak. Kopi Mutan membuat saya melek sempurna, SEMPURNA. Ini pasti karna saya, Zarah dan Supernova sudah tidak sabar ingin bertemu. Hei, stop…jangan bicara soal logika disini, jangan juga matematiskan apa yang terjadi dengan saya dan kopi mutan, ingat, anda harus gila dan sadar sekaligus, tak boleh ada distorsi antara keduanya, keduanya harus lebur jadi satu.

Tenanglah, saya tidak akan menceritakan tentang Partikel pada anda, saya juga tidak akan mempaparkan pada anda bagaimana perjalanan Zarah. Itu adalah hak pribadi anda yang hiper super ekstra terrestrial, yang tidak boleh di intervensi oleh siapapun, apalagi saya. Saya, akan berceloteh ringan tentang pengalaman saya meng-ada bersama Supernova. Saya akan membabat habis efek melek sempurna Kopi Mutan, maka saya akan mengganti entitas saya dengan rangkaian huruf huruf ini yang saya harap bisa mencapai anda dengan manis walau tidak kawin dengan sempurna (saya masih mengetik ala disleksis, retina saya sepertinya sudah lelah sehingga mencipta bayangan ganda dari setiap refleksinya, namun ia terpaksa melek dan melelahkan diri gara gara efek kopi mutan). Then, let’s ride…..

8 tahun saya menanti Partikel. Episode ke empat dari serial Supernova. Dee bilang, bahwa saya dan jutaan pembaca di luar sana yang tak sabar menanti Supernova bukan secara kebetulan bertemu Diva, Bodhi, Elektra maupun Zarah. Kami, merupakan entitas satu yang ber eksistensi secara sinergis, ter parallel dalam satu jaring laba laba semesta yang tipis, samar,namun seketika jelas dan kuat. Kami satu dalam moment yang acak dan sporadis, sepakat dalam momentum yang terbedakan dimensi dan juga waktu, namun seia pada entitas Supernova.

Jodoh saya dengan Supernova terjadi sekitar 6 tahun lalu. Saat saya duduk di bangku SMA, kelas 3, terlambat, memang terlambat, namun saya mencoba memaknainya lain. Elektra yang pertama kali menyapa saya, dengan entitasnya yang anomali seketika kami sepakat dalam huruf biner yang tak pernah kekurangan daya untuk menghipnotis saya. Etra menunggu waktu yang tepat untuk menemui saya, menunggu otak amoba saya cukup dewasa untuk berbelah, membentuk bilik bilik pemahaman yang terdistorsi sempurna untuk setiap perkara. Saya mengamini anomalinya, saya men-senyuminya, saya cipta Etra versi saya, yang muncul persis seperti penampakan saya sebagai ras Mongolid. Sekejap, Etra membuat saya merasa paling kaya sedunia dengan kekuatan listrinya. Etra mengajarkan saya bahwa menjadi anomali itu istimewa, Etra benar benar membantu saya menemukan cara untuk memulai perjalanan panjang pencarian diri yang mungkin pencariannya tidak pernah berakhir.

Persis seperti kata Abdul Wahab, saya akan selalu me-Lintang, saya akan benar benar menjadi Lintang yang sempurna jika mati nanti, saya akan selalu berubah untuk meng-ada, saya akan selalu belajar untuk membuat diri saya se-dinamis mungkin, saya akan selalu berusaha ramah akan perubahan, karena saya yakin, semesta ini tak pernah beristirahat, ilmu itu cair yang merambat dan meresap pada bagian bagian terkecil hidup, dan dibutuhkan pemahaman yang dinamis sebagai jembatan paling permisif dan kompromis agar sinergi dan harmonisasi tetap tercapai. Baiklah, singkat kata semua hal diatas akan berujung pada istilah “toleransi” dan “tenggang rasa” jika anda masih bisa mengingat jelas pelajaran PPKN anda.

Supernova merupakan percikan pertama yang membuat saya tertarik dengan paham kedirian. Ia membantu saya merasionalitaskan semua keadaan tanpa menjadi sederhana. Ia yang membantu saya menyederhanakan kemewahan tanpa mengkerdilkannya. Ia membantu saya bermimpi, ia membantu saya menjadi berani, ia membantu saya untuk percaya. Ia membawa saya berkenalan dengan Soren Kierkegard dan Eksistensialismenya, Viktor Frankl dengan terapi logosnya, Rollo May dengan Psikologi Eksistensialnya, dan teori teori pengenalan diri yang membuat saya menjadi psikolog pribadi bagi diri saya sendiri.

Jika saya patah hati, saya akan kembali membaca Kierkegard, mencari asumsi asumsi penguat agar saya tetep move on dalam teorinya nya yang terangkum dalam The Meaning of Love. Jika saya merasa kecewa, maka saya membaca asumsinya dalam The Meaning of Suffering. Jika kalkulasi otak saya menghitung bahwa sekeras apapun saya berusaha saya akan tetap jatuh, maka saya akan menjatuhkan diri sebelum di jatuhkan. Saya pikir tidak ada salahnya menjadi sepenuhnya manusia dengan berusaha sekuat mungkin untuk tidak jatuh dan sakit sebelum pada akhirnya bertemu takdir Tuhan, begitu bukan?.

Lalu, saya mengenal Bodhi saat saya di bangku kuliah. Bodhi berkenalan dalam bentuk yang unik, yang merupakan mutan hasil mutasi gen Budha dan gen Punker. Yang mengajarkan kebebasan dalam batas, mengajak saya berkeliling Bangkok untuk belajar seni tato. Setelah membaca Petir lalu Akar, saya beranjak pada edisi pertama, Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh. Yang ini, mengajarkan saya mencinta. Sayangnya, saya yang tergila gila dengan rangkaian mantra Dee dengan otak kerdil saya yang masih doyan fantasi, membuat saya menghabiskan cinta pertama saya dengan ber-platonis. Bodoh, jika anda tau kronologis ceritanya, anda akan benar benar menertawakan saya mati matian. Saya menghabiskan seluruh masa remaja saya dengan ber-platonis, menolak berkali kali tawaran pacaran hanya karena saya percaya bahwa “dia”, pelengkap semesta saya, akan menghampiri saya dengan dukungan alam, kami akan sepakat dalam diam, tidak riuh dalam negosiasi, kami akan saling berkomunikasi hanya dengan bertatap mata, kami akan berbagi nyawa hanya dengan saling melempar senyum. Nah, sekarang anda tau bukan, mengapa saya menyarankan anda sadar dan gila sekaligus saat ber-Supernova?. Jika anda membaca hanya dengan sadar, anda tidak akan dapat asyiknya. Anda akan membentengi fantasi anda dengan rasionalitas, maka rasanya akan seperti nonton film horror bertangkupkan bantal. Namun, jika anda membaca hanya dengan gila, jadilah anda seperti saya, terjebak dalam difusi dimensi supernova, simulacra yang nanggung. Yang ternyata, sampai sekarang injeksi Supernova tentang cinta cintaan itu masih melekat di otak saya. Saya sengaja simpan yang satu itu, akan kukorbankan nanti, jika suatu saat saya kehilangan alasan untuk menunda pernikahan seperti misalnya, mau fokus kuliah dulu, atau harus nikah karena sangking putus asanya, ibu saya sampai pergi ke dukun mencarikan saya jodoh. Atau bapak saya menjadikan perjodohan yang merupakan konspirasi terburuk atas nama persahabatan beliau, maka saya akan merekam jejak mereka mereka yang pernah menawari saya cinta, pacaran dan pernikahan, mem-PK (Peninjauan Kembali) mereka, dan bilang “ayo menikah”. Maka saya akan mengalami dua kemungkinan, yang pertama, mereka semua sudah menikah dan berkata “Hello, kemana aja lo, lo itu masa lalu kali”, yang kedua saya akan menerima perjodohan Bapak atau jodoh yang di carikan ibu saya dari dukun. Maka sebelum menikah, saya akan pergi ke tukang hipnotis untuk minta di hipnotis bahwa saya beruntung karna saya menikahi Ramon Y. Tungka. Lalu, saya akan hidup dalam kebahagian pernikahan yang terhipnosis. Itu adalah kemungkinan paling buruk yang saya tahu Tuhan tidak akan tega menuliskannya untuk saya.

Partikel datang memenuhi segala lapar dan dahaga, membangunkan saya dari runtinitas datar saya yang perlahan membuat saya lupa caranya berkhayal dan memandang bagian terkecil dari kehidupan sebagai keajaiban. Diva, Bodhi, Etra dan Zarah mengajarkan saya bahwa kegelisahan merupakan pengalaman paling unik untuk mengenal diri kita lebih dalam melalui pencarian. Kali ini ia datang, sudah kutuntaskan, senang karena ternyata Dee masi meng-Embrio. Senang karena penantian saya belum berakhir, belum tamat, belum klimaks. Masih ada banyak kisah yang layak ditunggu. Masih tersimpan rapat kisah tentang kabar Dimas dan Reuben, Diva, Bodhi, Etra serta Zarah. Masih penuh dan utuh kesempatan mereka untuk mencari dan mengada. Dan masih ada saya yang akan setia menanti mereka meng-ada.

Baiklah, sudah beranjak pagi, efek racun kopi saya sayangnya masi membuat saya terjaga. Saya akan berkaleidoskop, bereuni dengan Diva, Bodhi dan Etra, menengok Dimas dan Reuben, hingga mata saya kehilangan daya. Selamat Pagi dan Selamat Mencari dan Meng-ada….Selamat ber-Partikel….^^

Jangan lupa berbagi pengalaman anda....